ANALISIS
PERBANDINGAN BIROKRASI DI INDONESIA DAN SINGAPURA
Birokrasi pada dasarnya adalah syarat
dalam kehidupan bersama. Birokrasi bisa menjadi alat untuk menjaga konsistensi,
keteraturan, keseragaman, kekompakan-betapapun- menjengkelkannya, orang sering
merasakannya. Birokrasi melayani setiap orang sesuai dengan aturan main.
Birokrasi bisa mengakomodasi hak dan kebebasan begitu banyak orang dan
kepentingan, tanpa menjadi anarkis.
Birokrasi menurut Peter M Blau dan
Marshal W Meyer adalah tipe dari suatu organisasi yang dimaksudkan untuk
mencapai tugas-tugas administratif yang besar dengan cara mengkoordinasi secara
sistematis pekerjaan dari orang banyak. Tapi hal itu sangatlah berbeda dengan pemahaman
kita saat ini. Birokrasi yang ada dipikiran masyarakat kita pasti suatu hal
yang berbelit-belit, menjengkelkan, terlalu patuh pada prosedur, rigid dan kaku,
tidak efektif dan tidak efisien, kualitas kerja rendah, biaya mahal dan boros,
miskin informasi dan lebih mementingkan diri sendiri, banyak melakukan
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti penyalahgunaan
kekuasaan dan jabatan, KKN, sewenang-wenang dan arogan.
Menurut survei Political and
Economic Risk Consultancy (PERC) pada pertengahan tahun 2010, Indonesia
menempati peringkat terburuk kedua dalam hal birokrasi di Asia setelah India. Kemudian
menempati peringkat terburuk pertama di ASEAN (tempointeraktif.com). Memang hal
tersebut sedikit ironis karena setelah runtuhnya rezim Orde Baru, Indonesia
secara bertahap mulai melakukan reformasi birokrasi yang ada, namun itu semua
mungkin hanya seperti jalan ditempat saja karena birokrasi yang ada sekarang tidak
jauh tidak jauh berbeda pada saat birokrasi Orba. Sedikit menerangkan kembali
birokrasi pada saat Orba, birokrasi yang diterapkan pada saat Orba lebih
bersifat sentralistik dan bercirikan birokrasi patrimonial (birokrasi dimana
jabatan dan perilaku dalam keseluruhan hirarki birokrasi lebih didasarkan pada
hubungan familier & hubungan pribadi), sehingga kombinasi kedua sifat
birokrasi tersebut yang kurang lebih telah berjalan 30 tahun, kini seperti
sudah mendarah daging di birokrasi Indonesia walaupun saat ini upaya reformasi
birokrasi telah lama dijalankan. Adapun permasalahan internal yang dimiliki
birokrasi kita saat ini (Prasojo, Kurniawan and Holidin, 2007) adalah :
a. Sistem perekrutan
b. Sistem penggajian dan pemberian penghargaan
c. Sistem pengukuran kinerja
d. Sistem promosi dan pengembangan karir; serta
e. Sistem pengawasan
a. Sistem perekrutan
b. Sistem penggajian dan pemberian penghargaan
c. Sistem pengukuran kinerja
d. Sistem promosi dan pengembangan karir; serta
e. Sistem pengawasan
Kemudian, ada juga permasalahan
utama yang muncul dalam pengelolaan aparatur negara (Depdagri, 2009) yaitu :
a. Netralitas birokrasi
b. Kualitas pelayanan
c. Rekrutmen pegawai
d. Sistem penggajian
e. Pengembangan karir
e. Komisi kepegawaian negara
a. Netralitas birokrasi
b. Kualitas pelayanan
c. Rekrutmen pegawai
d. Sistem penggajian
e. Pengembangan karir
e. Komisi kepegawaian negara
Karena banyaknya permasalahan yang
ada dalam birokrasi di Indonesia tersebut, bolehlah kita melihat dan bercermin
dari birokrasi negara tetangga kita yaitu Singapura. Disaat Indonesia menduduki
peringkat terburuk pertama di ASEAN dalam hal birokrasi, Singapura justru
menempati peringkat pertama sebagai negara dengan birokrasi terbaik di ASEAN.
Dengan menggunakan metode benchmarking terhadap birokrasi di Singapura, semoga
birokrasi di Indonesia bisa menjadi lebih baik dan bisa menjadi sejajar dengan
birokrasi yang ada di Singapura atau bahkan melebihi.
PEMBAHASAN
Birokrasi di Indonesia (Birokrasi Yang
Tidak Efektif)
Sedikit gambaran mengenai birokrasi
di Indonesia pada saat awal pasca kemerdekaan, birokrasi yang ada masih
semangat memperjuangkan nasib rakyat Indonesia. Namun saat masa demokrasi
parlementer, birokrasi yang memperjuangkan kepentingan rakyat tersebut mulai
ternodai dengan adanya unsur kepentingan politik dalam birokrasi. Kemudian pada
saat Orde Baru, birokrasi mulai didominasi oleh kekuatan Golkar. Dan pada masa
reformasi saat ini, birokrasi yang ada menjadi kurang peka terhadap kebutuhan
masyarakat karena imbas dari buruknya birokrasi pada masa-masa sebelumnya.
Menurut
saya yang menjadi sorotan dan permasalahan utama dalam birokrasi di Indonesia
adalah integritas aparat birokrasi yang rendah yang masih sangat rentan dengan
KKN. Hal tersebut bisa terjadi karena ketidakmandirian, ketidakdisiplinan dan
kualitas birokrat yang kurang memadai yang ditambah dengan sikap materialistis
dan gaji kecil sehingga membuat kinerja para birokrat yang tidak memuaskan.
Menyoroti gaji PNS di Indonesia, faktanya
selama kurun waktu 10 tahun terakhir pemerintah beberapa kali menaikan gaji
PNS, bahkan saat era presiden Gus Dur terjadi kenaikan gaji PNS yang bisa
dibilang fantastis. Relevansinya, bila gaji PNS dinaikan guna meningkatkan
kesejahteraan para PNS, hal tersebut seharusnya diikuti dengan meningkatnya
reformasi birokrasi yang konsekuen diantaranya perbaikan program remunerasi
yang adil berdasarkan kinerja. Berikut terdapat data mengenai kenaikan gaji PNS
10 tahun terakhir di Indonesia :
|
Tahun
|
Gaji Terendah
|
Gaji Tertinggi
|
Perbandingan Tertinggi Terendah
|
Kenaikan
|
Presiden
|
Keterangan
|
|
2000
|
Rp 135.000
|
Rp 722.500
|
1:5
|
-
|
Gus Dur
|
-
|
|
2001
|
Rp 500.000
|
Rp 1.500.000
|
1:3
|
270%
|
Gus Dur
|
-
|
|
2002
|
Rp 500.000
|
Rp 1.500.000
|
1:3
|
-
|
Megawati
|
-
|
|
2003
|
Rp 575.000
|
Rp 1.800.000
|
1:3,1
|
10%
|
Megawati
|
-
|
|
2004
|
Rp 575.000
|
Rp 1.800.000
|
1:3,1
|
-
|
Megawati
|
-
|
|
2005
|
Rp 575.000
|
Rp 1.800.000
|
1:3,1
|
-
|
SBY
|
-
|
|
2006
|
Rp 661.300
|
Rp 2.070.000
|
1:3,1
|
15%
|
SBY
|
Gaji 13
|
|
2007
|
Rp 760.500
|
Rp 2.405.400
|
1:3,1
|
15%
|
SBY
|
Gaji 13
|
|
2008
|
Rp 910.000
|
Rp 2.910.000
|
1:3,2
|
20%
|
SBY
|
Gaji 13
|
|
2009
|
Rp 1.040.000
|
Rp 3.400.000
|
1:3,3
|
15%
|
SBY
|
Gaji 13
|
|
2010
|
Rp 1.095.000
|
Rp 3.580.000
|
1:3,3
|
5%
|
SBY
|
Gaji 13
|
|
2011
|
Rp 1.204.500
|
Rp 3.938.000
|
1:3,3
|
10%
|
SBY
|
Gaji 13
|
Selain integritas aparat birokrasi yang rendah, birokrat yang ada juga cenderung bekerja hanya sekedar formalitas semata, tidak memiliki mental dan kewajiban untuk melayani, tetapi justru meminta untuk dilayani. Para birokrat juga dalam melayani masyarakat masih belum menerapkan prinsip keadilan atau dalam artian masih terdapat diskriminasi pelayanan publik. Hal tersebut diperparah lagi dengan rendahnya responsivitas pemerintah dalam menanggapi keluhan masyarakat sehingga birokrasi yang ada menjadi tidak efektif dan efisien.
Birokrasi di Singapura ( Penerapan
Prinsip Entrepreneur dalam Birokrasi)
Sedikit gambaran mengenai birokrasi di Singapura yaitu pemerintah di
Singapura berperan aktif di masyarakat dalam mengelola dan mengembangkan
ekonomi, kemudian pegawai negeri memiliki prestise yang tinggi di Singapura,
lalu pelayanan publik di Singapura hampir seluruhnya bebas dari korupsi. Hal
ini dipengaruhi oleh nilai-nilai (integritas,
pelayanan, dan keunggulan) yang kuat yang menekankan pada kejujuran dan
dedikasi kepada nilai-nilai nasional dan tujuan pembangunan bersama. Kejujuran
pekerjaan tersebut juga dipicu oleh gaji yang relatif tinggi. Kemudian keunggulan
lainnya yaitu dalam pola rekruitmen pegawai negeri sipil, Singapura menganut
system Tradisi Konfusian Cina dan Administrasi Pelayanan Sipil dari Inggris,
jadi pegawai-pegawai negeri yang direkrut merupakan lulusan dari universitas
elite seperti sekolah pelayanan publik Singapura.
Sebenarnya ada sesuatu yang sedikit
unik di Singapura. Apa itu? Di Singapura, sektor sektor privat domestik relatif
lemah sehingga pemerintah dan birokrasinya-lah yang akhirnya menjadi pendorong
laju ekonomi, penyedia lapangan pekerjaan, infrastruktur, hingga berbagai
pelayanan. Bukti nyatanya, Government-Linked Company (GLC), semacam BUMN jika
di Indonesia, mampu menyumbang 10 persen dari total output Singapura dan 25 %
dari pasar modal lokal. Berbeda dengan birokrasi di Indonesia, pengelolaan
sumber daya di Singapura lebih efisien, mengutamakan kepuasan pelanggan, hingga
inovasi kebijakan yang tiada henti. Lalu, iklim kompetisi yang ketat antar
perusahaan dan antar pegawai sehingga membuat setiap orang berusaha untuk
menghadirkan kinerja dan produktivitas terbaiknya demi hasil yang terbaik pula.
Belum lagi, daya tarik dari perusahaan yang membuat banyak lulusan terbaik
antre untuk bekerja di sana. Dengan kata lain, menjadi birokrat di Singapura sama
dengan menjadi pegawai swasta di Indonesia. Jika di Indonesia, menjadi birokrat
adalah pekerjaan ‘aman dan nyaman’ karena gaji tetap dan terjamin, meski harus
mencari banyak ‘srimpilan’ jika ingin mencukupi kebutuhan, sedangkan di
Singapura, birokrat adalah pekerjaan ‘menantang’ yang menjanjikan kenaikan gaji
dan berbagai bonus jika kinerja mereka membanggakan. Inilah buah dari penerapan
prinsip entrepreneur dalam birokrasi.
Perlu diketahui bahwa gaji seorang
Perdana Menteri di Singapura mancapai 3,04 juta dolar Singapura (sekitar Rp
20,9 miliar), tertinggi di dunia. Skema gaji para menteri setahun berkisar 1,75
juta dollar Singapura (Rp 12 M). Sementara seorang menteri yunior mendapat gaji
1 juta dollar Singapura (Rp 6,8 miliar) per tahun. Gaji PNS Singapura yang baru
masuk terendah mencapai $ingapore 2.350 atau sekitar Rp 16,4 Juta.
Gaji pejabat dan PNS di Singapura
tidak terlepas dari kebijakan
pemerintahnya yang menetapkan bahwa gaji pejabat di Singapura diukur 2/3 dari
gaji tetinggi di enam sektor swasta yaitu akuntansi, perbankan, konstruksi,
hukum, perusahaan manufaktur dan perusahaan multinasional. Sama seperti PNS di
Indonesia, tiap akhir tahun PNS di Singapura juga menerima gaji ke-13 PNS. Selain itu ada tambahan “bonus pertumbuhan”
setiap tahunnya jika pertumbuhan ekonomi dinilai baik. Sebagai gambaran tahun
2010 bonus yang diterima sebesar 0.5 kali gaji + 300 dollar Singapura.
Gaji setinggi itu merupakan bagian
dari reformasi birokrasi yang berkelanjutan, konsisten dan berkonsep desain
yang jelas yang telah berlangsung lama di Singapura, sejak tahun 1980-an.
Hasilnya, sampai sekarang PNS di Singapura dikenal sebagai salah satu birokrasi
yang paling efisien dan paling sedikit korupsinya di dunia. Berikut sedikit gambaran
mengenai reformasi birokrasi di Singapura :
|
Early 1980’s
|
Penganggaran berbasis kinerja
diperkenalkan
|
|
Mid 1980’s
|
Management Accounting dan Penetapan
biaya berbasis aktivitas (activity-based costing) dalam kegiatan pemerintah
diterapkan
|
|
Late 1980’s
|
KPI (Key Performance Indikator) sudah
dipakai dan dijabarkan dengan jelas sebagi pedoman kualitatif maupun
kuantitatif
|
|
Early to mid 1990’s
|
Gaji PNS diukur/berpedoman pada gaji
tertinggi sektor swasta
|
|
1990’s
|
Sistem korporasi mulai dijalankan
dalam pemerintahan
|
|
Mid 1990’s
|
PS 21 (Public service for the 21th
Century) digulirkan
|
Analisis Perbedaan Birokrasi di Indonesia
dan di Singapura
Memang
birokrasi yang ada di Indonesia dan Singapura sangatlah jauh berbeda. Birokrasi
Indonesia cenderung tidak efektif karena integritas aparat birokrasi yang
rendah dan disertai dengan rentannya akan KKN. Padahal para birokrat tersebut
memiliki gaji yang bisa dibilang cukup tinggi. Hal yang paling mendukung
terjadinya patologi birokrasi tersebut adalah ketidakmandirian dan
ketidakdisiplinan serta kualitas birokrat yang kurang memadai dan disertai
dengan sikap materialistis dan gaji kecil. Untuk meminimalisir hal tersebut,
perlu adanya reformasi birokrasi terutama dalam hal perbaikan mental dan budaya
para birokrat, yaitu perbaikan mutu sumber daya manusia dari penyelenggara
birokrasi itu sendiri. Perbaikan tersebut bisa dimulai dengan sistem perekrutan
PNS yang transparan dan menempatkan orang yang benar dalam posisi yang benar
atau benar-benar berdasarkan keahlian dan bidangnya. Konsep ini disebut dengan
meritokrasi sistem, seperti yang terlebih dahulu telah diterapkan di Singapura.
Konsep rekruitmen pegawai negeri yang menggunakan meritokrasi sistem di
Singapura yaitu dengan cara merekrut mahasiswa-mahasiswa lulusan terbaik dari
universitas-universitas elite di Singapura untuk dijadikan pegawai negeri
berdasarkan keahlian dan bidangnya yang tentunya dibayar dengan gaji yang
tinggi sesuai kompetensi, kompetisi dan kinerja.
Kemudian langkah reformasi birokrasi
lainnya di Indonesia yaitu dengan memperhatikan juga aspek kesejahteraan dan
sistem pembinaan karier bagi para birokrat. Standar kesejahteraan PNS yang sebenarnya
bisa dikatakan masih belum cukup, bisa menjadi faktor pendukung rendahnya kualitas
kinerja para birokrat. Untuk itu perlu ditinjau kembali tentang gaji dan
tunjangan bagi pegawai negeri di Indonesia. Bercermin pada sistem pemberian
gaji dan tunjangan yang ada di Singapura, sistem pemberian gaji di Singapura
didasarkan pada kinerja, kompetisi dan kompetensi aparat birokrat itu sendiri. Selain
itu ada tunjangan yang diberikan (selain gaji ke-13 pada akhir tahun), yaitu
yang dinamakan “bonus pertumbuhan” setiap tahunnya jika pertumbuhan ekonomi
yang terjadi di Singapura mengalami kenaikan. Pertumbuhan ekonomi menjadi tolak
ukur bagi pemerintah dalam menentukan gaji. Saat kondisi ekonomi sedang
memburuk pada 2008, Singapura memangkas gaji pegawai negeri, termasuk gaji
Perdana Menterinya pada 2009. Pada 2008, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien
Loong masih menerima gaji Sin$ 3,7 juta atau sekitar Rp 25 miliar. Namun,
akibat krisis finansial global, pada 2009, gaji PM Lee diturunkan menjadi Sin$
3,04 juta atau sekitar Rp 20 miliar per tahun. Memang pola Singapura dalam menentukan
gaji pegawai negeri dan para pejabat negaranya memang unik. Di negeri ini,
pemerintah diibaratkan sebagai perusahaan. Mereka memiliki patokan untuk
menentukan gaji eksekutif, legislatif dan yudikatik.
Reformasi birokrasi lainnya yang
harus dilakukan Indonesia yaitu dengan memperhatikan aspek rasionalisasi
birokrasi. Struktur birokrasi di Indonesia sangatlah gemuk sehingga membuat
birokrasi menjadi tidak efektif dan efisien. Kementrian yang ada sekitar 36
kementrian membuat tugas dan wewenang menjadi tumpang tindih, seperti contohnya
tumpang tindih dan ketidakjelasan tugas antara kejaksaan, Komisi Pemberantasan
Korupsi dan kepolisian. Berbeda dengan Singapura yang hanya memiliki kurang
lebih sekitar 11 kementrian, sehingga hal inilah yang membuat birokrasi di
Singapura menjadi efektif dan efisien dan menempati peringkat teratas dalam hal
birokrasi terefektif dan terefisien serta dalam hal pemberantasan korupsi.
KESIMPULAN
Birokrasi
di Indonesia yang tidak efektif dan banyak KKN harus direformasi. Reformasi bisa dilakukan dengan cara mencontoh dan mengadopsi
birokrasi di Singapura. Reformasi birokrasi yang pertama yaitu dalam hal
perbaikan mental dan budaya para birokrat, yaitu perbaikan mutu sumber daya
manusia dari penyelenggara birokrasi itu sendiri. Perbaikan tersebut bisa
dimulai dengan sistem perekrutan PNS yang transparan dan menempatkan orang yang
benar dalam posisi yang benar atau benar-benar berdasarkan keahlian dan
bidangnya. Konsep ini disebut dengan meritokrasi sistem, seperti yang terlebih
dahulu telah diterapkan di Singapura.
Reformasi selanjutnya yang diadopsi
dari birokrasi di Singapura yaitu memperhatikan juga aspek kesejahteraan dan
sistem pembinaan karier bagi para birokrat. Untuk itu perlu ditinjau kembali
tentang gaji dan tunjangan bagi pegawai negeri di Indonesia. Sistem pemberian
gaji dan tunjangan yang ada di Singapura didasarkan pada kinerja, kompetisi dan
kompetensi aparat birokrat itu sendiri..
Reformasi birokrasi lainnya yang
harus dilakukan Indonesia yaitu dengan memperhatikan aspek rasionalisasi
birokrasi (miskin struktur namun kaya fungsi). Semoga dengan mengadopsi
reformasi birokrasi negara Singapura, birokrasi di Indonesia menjadi bisa lebih
baik, efisien dan efektif serta bebas dan bersih dari KKN. Amin!!!
DAFTAR PUSTAKA
“Reformasi Administrasi”. Bahan Kuliah 8 & 9: Administrasi Pembangunan. Program Sarjana Reguler A, Ekstensi & Non Reguler, DIA
FISIP UI. Selasa, 30 Maret & 6 April; Kamis, 1 & 8 April 2010. @ Teguh Kurniawan – http://staff.ui.ac.id/teguh.kurniawan
Damanhuri,
Didin. 2006. “Korupsi, Reformasi
Birokrasi dan Masa Depan Ekonomi Indonesia”. Jakarta : Lembaga Penerbit FEUI
Intan, Melissa, Yopin. 2009. “Makalah PERBEDAAN
BIROKRASI NEGARA MAJU DAN NEGARA
BERKEMBANG (ANALISIS BIROKRASI
NEGARA SINGAPURA DAN NEGARA
INDONESIA)”. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
Muhammad
Alfisyahrin, 1006692846. “Jurnal
Birokrasi Inovatif: Belajar dari Kisah Sukses Singapura
dan Kabupaten Sragen”. Sosiologi 2010
E-book:
Erry
Riana. 2003. “Reformasi Birokrasi Sebagai
Syarat Penegakan dan Pemberantasan KKN”. Denpasar
Subhihar
(et all). 2007. “Reformasi Birokrasi dan
Korupsi di Indonesia”. Medan : USU Press
Website
:
hmhmhmh..... boleh tahu yang dimaksud "gaji yang bisa dibilang cukup tinggi" itu dibandingkan apa? anda menyatakan: "Memang birokrasi yang ada di Indonesia dan Singapura sangatlah jauh berbeda. Birokrasi Indonesia cenderung tidak efektif karena integritas aparat birokrasi yang rendah dan disertai dengan rentannya akan KKN. Padahal para birokrat tersebut memiliki gaji yang bisa dibilang cukup tinggi. "
BalasHapuskeren arikelnya gan. mantap.
BalasHapuswww.kiostiket.com
PNS gajinya stagnan segitu aja, kinerjanya di tambah, ga mau ? atau protes ? yang ngatri banyak. Pemerintah mesti tegas.
BalasHapusArtikel yang sangat mudah di pahami dan mengerti.. keren !
BalasHapus