MENYOROTI
KORUPSI KEPALA DAERAH DARI PERSPEKTIF AGAMA
Seperti kita tahu di dalam sebuah
organisasi entah itu organisasi publik maupun swasta, pastilah mempunyai
seorang pemimpin. Sebagai contoh, pemimpin dari sebuah negara biasa disebut
dengan presiden atau perdana menteri (tergantung dari sistem pemerintahannya),
pemimpin provinsi disebut dengan gubernur, pemimpin kabupaten disebut dengan
bupati dan seterusnya. Menurut Courtois, pada umumnya tidak ada organisasi
tanpa pemimpin. Dengan kata lain jika sebuah kelompok atau organisasi tidak
memiliki pemimpin, itu berarti sama seperti tubuh tanpa kepala yang mudah
menjadi sesat, panik, kacau, anarki dan bahkan mati.
Pemimpin sangatlah menentukan bagi
organisasi dalam mempengaruhi maju mundurnya organisasi, statis dinamisnya
organisasi, tumbuh kembangnya organisasi, mati hidupnya organisasi dan tercapai
tidaknya tujuan organisasi yang dipimpinnya. Untuk menjadi seorang pemimpin juga diperlukan
keunggulan-keunggulan yang tidak dimiliki oleh rata-rata orang kebanyakan. Misalnya
dia harus memiliki inteligensi tinggi, mampu mengambil kebijakan secara tepat
dan cepat, akuntabel, memiliki moral yang baik sehingga dapat menjadi contoh
anak buahnya, dan yang paling penting adalah mampu mengemban amanah dan dapat
dipercaya.
Dalam menjadi seorang pemimpin terutama
kepala daerah yang cara mendapatkan jabatan tersebut dilakukan melalui proses pemilihan
kepala daerah secara langsung, tentu tidak mudah. Jika seseorang telah terpilih
menjadi kepala daerah tentunya ia mendapatkan dukungan suara terbanyak di
daerah tersebut, itu bisa menandakan bahwa masyarakat didaerah tersebut mayoritas
telah menaruh kepercayaan dan harapan yang besar kepada calon pemimpin tersebut
untuk bisa membawa daerahnya menuju ke perubahan yang positif yang tentunya
bisa mengangkat nama daerah tesebut karena memiliki kebanggaan dan prestasi
tersendiri dibanding dengan daerah-daerah lainnya. Namun besarnya harapan
masyarakat tersebut saat ini sepertinya tidak diiringi dengan kualitas moral
dan etika pemimpin yang telah menjadi kepala daerah. Mayoritas, kepala daerah
saat ini sangat suka melanggar amanah yang telah diberikan rakyat, hal itu
terbukti dengan sudah tidak ingat lagi akan janji-janjinya ketika kampanye
meminta dukungan suara. Jangankan menepati janji, bahkan banyak kepala daerah
yang ketika menjabat melakukan tindakan yang sangat bertentangan dengan sumpah
jabatan dan etika profesi. Para kepala daerah lebih berorientasi kepada
keuntungan dirinya sendiri. Alasan yang paling rasional ialah para kepala
daerah tersebut menginginkan agar dana yang mereka keluarkan saat kampanya bisa
segera kembali dalam waktu yang singkat. Bagaimana caranya? Tentu saja mereka kebanyakan
memilih cara korupsi. Kenapa kebanyakan dari mereka memilih korupsi? Mengutip
dari Ainan (1982) bahwa korupsi bisa terjadi karena hal tersebut merupakan sebuah
tradisi untuk menambah panghasilan yang kurang dari pejabat pemerintah dengan
kata lain gaji yang didapat sebagai kepala daerah masih kurang untuk terutama
untuk menutupi biaya kampanye, dan yang perlu disadari juga yaitu sikap mental pemimpin
yang ingin cepat kaya dengan cara yang tidak halal. Di daerah Jawa Tengah
terdapat fakta yang cukup mengejutkan, sepanjang 10 tahun terakhit (2000-2010),
sebanyak 25 kepala daerah di Jawa Tengah tersangkut kasus korupsi dengan
potensi kerugian negara seluruhnya mencapai Rp 187 miliar (Suara Merdeka
CyberNews, 30 Januari 2011). Selain itu, berdasarkan data dari Kompas tanggal 17 Januari 2011 menyebutkan
bahwa ditingkat provinsi terdapat 17 orang gubernur dari 33 provinsi telah
dinyatakan mengkorupsi uang rakyat dan telah berstatus tersangka serta
ditingkat daerah terdapat 138 bupati/walikota dari 497 kabupaten/kota yang
telah resmi terkait kasus korupsi. Melihat fakta-fakta tersebut timbullah
pertanyaan besar dibenak saya, sebenarnya tujuan mereka menjadi kepala daerah
itu apa? Apa benar-benar ingin mengangkat potensi daerah menuju kearah yang
positif dan lebih baik atau hanya semata-mata mengincar kursi kekuasaan dengan
tujuan-tujuan kotor? Lagi-lagi jawaban tersebut mungkin hanya para koruptor dan
Allah SWT yang tahu. Dan perlu ditekankan lagi
bahwa dari sisi manapun baik dari segi manapun, segala sesuatu yang
dinamakan korupsi tidak dapat dibenarkan dan dihalalkan, entah itu tujuannya
untuk kebaikan maupun untuk hal lainnya, sesuatu yang namanya korupsi, sekecil apapun bentuk dan nominalnya pasti membawa
kerugian bagi orang lain.
·
PEMBAHASAN
Di dalam pembahasan kali ini saya
berusaha membahas kepemimpinan kepala daerah dari perspektif agama terutama dengan
berlandasan dan berpedoman dari hadis-hadis nabi dan sahabat-sahabat nabi.
Kenapa saya menggunakan hadist?? Sebenarnya ini adalah salah satu keprihatinan
saya terhadap kasus-kasus korupsi yang melibatkan para kepala daerah yang
seharusnya sebagai seorang pemimpin, mereka bisa mengemban amanah dan tanggung
jawab dari rakyat dan bukan malah menyelewengkannya dengan tindakan-tindakan
maksiat demi keuntungan pribadi. Mereka bisa lupa terhadap janji-janjinya
sendiri dan mengabaikan amanah dari rakyat hanya karena tergiur harta dunia yang
menyilaukan. Mengutip hadis dari Abdullah bin Umar ra. Bahwasanya Rasullulah
bersabda: “Setiap kamu adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban
atas kepemimpinannya. Seorang amir yang mengurus keadaan rakyat adalah
pemimpin. Ia akan dimintai pertanggungjawaban tentang rakyatnya. Seorang
laki-laki adalah pemimpin terhadap keluarganya di rumahnya. Seorang wanita
adalah pemimpin atas rumah suaminya. Ia akan diminta pertanggungjawaban tentang
hal mereka itu. Seorang hamba adalah pemimpin terhadap harta benda tuannya, ia
kan diminta pertanggungjawaban tentang harta tuannya. Ketahuilah, kamu semua
adalah pemimpin dan semua akan diminta pertanggung jawaban tentang
kepemimpinannya.” Hadis tersebut
mempunyai makna bahwa setiap dari kita adalah seorang pemimpin dan setiap
pemimpin pastilah harus memiliki tanggung jawab, termasuk kepala daerah yang
memiliki tanggung jawab terhadap rakyatnya. Jika setiap pemimpin daerah
benar-benar bisa mempraktekan hadist ini dan takut terhadap Allah SWT, Insya
Allah tidak akan ada kepala daerah-kepala daerah yang harus tersangkut kasus
korupsi dan masuk bui.
Selain kepala daerah sebagai pemimpin
yang harus bertanggung jawab dan mengamban amanah dari rakyatnya, mereke
tentunya juga memiliki tugas dan peran sebagai pelayan masyarakat. Seperti
Hadits ma’qil bin Yasar, dari hasan bahwasanya Ubaidillah bin yazid mengunjungi
Ma’qil bertanya kepadanya: Bahwasanya saya akan ceritakan kepadamu suatu hadits
yang saya dengar dari Rasulullah saw saya mendengar nabi saw bersabda: “Tidak
ada seorang hamba yang diberi tugas oleh Allah untuk memelihara segolongan
rakyat, lalu ia tidak melakukan sesuai dengan petunjuk, melainkan ia tidak
memperoleh bau saya”. Dalam syarah riyadhus shalihin yang dijelaskan oleh syekh
Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, wajib bagi seorang yang memegang tonggak
kepemimpinan untuk bersikap lemah lembut kepada rakyatnya, berbuat baik dan
selalu memperhatikan kemaslahatan mereka dengan mempekerjakan orang-orang yang
ahli dalam bidangnya. Menolak bahaya yang menimpa mereka. Karena seorang
pemimpin akan mempertanggungjawabkan kepemimpinannya dihadapan Allah ta’ala. Dari
situ kita bisa mengambil pelajaran bahwa seorang kepala daerah harus senantiasa
memperlakukan rakyatnya sebaik mungkin karena seorang pemimpinlah yang
sebenarnya membutuhkan rakyat, bukan sebaliknya. Seorang pemimpin juga haruslah
memperhatikan aspek sumber daya manusia bawahannya, dengan kata lain menaruh
orang yang tepat dalam bidang yang tepat (right
man on the right place). Jangan menempatkan sembarang orang di posisi
penting hanya karena memiliki kedeketan emosional, kekerabatan dan sosial. Jika
itu terjadi, itu juga merupakan korupsi, lebih tepatnya nepotisme dan itu
sangat berbahaya bagi efektivitas organisasi.
Menjadi
pemimpin terutama kepala daerah, menurut H.Ahmad Yani haruslah memahami
beberapa hakikat kepemimpinan agar tidak terjadi penyelewengan kekuasaan dan
jabatan, diantaranya yaitu:
a. Tanggung
jawab, bukan keistimewaan
Ketika seorang kepala
daerah terpilih untuk memimpin suatu daerah, ia sebenarnya mengemban tanggung
jawab yang besar sebagai seorang pemimpin yang harus mempertanggungjawabkannya.
Bukan hanya dihadapan manusia, tapi juga dihadapan Allah SWT. Rasulullah pernah
bersabda “Masing-masing kalian adalah pemimpin. Masing-masing kalian akan
dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya”(HR Bukhari-Muslim dari Ibnu
Umar radhiyallahu `anhu). Oleh karena itu jabatan dalam semua level atau
tingkatan bukanlah suatu keistimewaan sehingga seseorang kepala daerah tidak boleh
merasa sebagai manusia yang istimewa sehingga ia merasa harus diistimewakan.
b. Pengorbanan,
bukan fasilitas
Menjadi pemimpin
seperti kepala daerah bukanlah untuk menikmati fasilitas yang telah disediakan,
tetapi justru ia harus mau berkorban apalagi ketika masyarakat sedang mengalami
kesulitan.
c. Kerja
keras, bukan santai
Kepala daerah yang
telah terpilih tentunya mengemban amanah yang besar dari rakyatnya, sehingga
untuk mewujudkan amanah tersebut para pemimpin haruslah bekerja keras seperti
bawahannya dan bukannya hanya memerintah dengan seenaknya dari balik meja dan
hanya menunggu laporan dari bawahannya bahwa perintahnya telah selesai dan berhasil
dilaksanakan.
d. Kewenangan
melayani, bukan sewenang-wenang
Pemimpin adalah pelayan
bagi orang yang dipimpinnya, kepala daerah adalah pelayan bagi rakyat yang
dipimpinnya, karena itu menjadi kepala daerah berarti mendapatkan kewenangan
yang besar untuk bisa melayani masyarakat dengan pelayanan yang lebih baik dari
pemimpin sebelumnya. Oleh karena itu, setiap kepala daerah harus memiliki visi
dan misi pelayanan terhadap rakyat yang dipimpinnya guna meningkatkan
kesejahteraan hidup rakyat, ini berarti tidak ada keinginan sedikitpun untuk
mendzalimi rakyat, berbicara atas nama rakyat atau kepentingan rakyat padahal
sebenarnya untuk kepentingan diri sendiri, keluarga atau golongan tertentu.
Bila pemimpin seperti ini terdapat dalam kehidupan kita, maka ini adalah
pengkhianat yang paling besar, Rasulullah SAW bersabda bahwa khianat yang
paling besar adalah bila seorang penguasa memperdagangkan rakyatnya (HR
Tabrani).
e. Keteladanan
dan kepeloporan, bukan pengekor
Dalam segala bentuk
kebaikan, seorang kepala daerah seharusnya menjadi teladan dan pelopor, bukan
malah menjadi pengekor yang tidak memiliki sikap terhadap nilai-nilai kebenaran
dan kebaikan. Ketika seorang pemimpin menyerukan kejujuran kepada rakyatnya, ia
telah menunjukan kejujuran itu. Ketika ia menyerukan hidup sederhana dalam
berlimpahnya materi, ia tunjukan kesederhanaan bukan malah kemewahan. Masyarakat
sangat menuntut adanya kepala daerah yang bisa menjadi pelopor dan teladan dalam
kebaikan dan kebenaran.
Dari
beberapa hakikat kepemimpinan tersebut, jika para kepala daerah baik yang akan
menjabat maupun sudah menjabat benar-benar memahami dan mempraktekan
hakikat-hakikat tersebut, niscaya tidak akan lagi kasus-kasus korupsi kepala
daerah yang muncul, karena pada intinya hanya satu, mereka takut terhadap siapa
yang menciptakan mereka, siapa yang memberikan harta mereka dan siapa yang
memberikan jabatan itu terhadap mereka, yaitu hanya Allah SWT.
·
KESIMPULAN
Peran dan fungsi
kepala daerah sangatlah penting bagi perkembangan suatu daerah. Kepala daerah
diharapkan dapat membawa perubahan yang positif bagi suatu daerah agar
kehidupan para rakyat daerah tersebut senantiasa bisa mengalami peningkatan.
Namun harapan yang besar tersebut sepertinya tidak diiringi oleh peningkatan kualitas
etika dan moral kepala daerah, tetapi bahkan cenderung mengalami penurunan dari
masa ke masa. Para kepala daerah lebih suka melanggar amanah dari rakyat untuk
memenuhi kepentingan diri sendiri dan cenderung melakukan perbuatan yang
melanggar moral dan etika seperti perbuatan korupsi. Para pemimpin koruptor
tersebut sepertinya tidak paham betapa banyak harapan dan kepercayaan
masyarakat yang diberikan kepadanya, sehingga mereka cenderung mementingkan
keuntungan pribadi daripada kesejahteraan rakyat. Jika para kepala daerah lebih
suka berbuat korupsi, itu berarti mereka sangat suka dengan segala sesuat yang
instan dan cepat serta tidak menyukai yang namanya bekerja keras dalam jangka
waktu yang cenderung bertahap. Para koruptor-koruptor tersebut sepertinya sudah
lupa terhadap Tuhan dan agama mereka yang sangat membenci dan melarang
perbuatan korupsi. Pernah suatu kali diriwayatkan dari HR. Bukhari dan Muslim,
bahwa Rasulullah SAW marah karena mendengar petugas pengambil zakat mengkorupsi
zakat. Saat itu Rasulullah langsung berkhutbah diatas mimbar:”Kenapa ada
seorang pejabat yang kami angkat, lalu ia datang dan mengatakan,’Harta ini
untuk anda dan ini untuk saya?’ kenapa ia tidak duduk menunggu saja dirumah
bapak dan ibunya, lalu melihat benarkah ada orang yang akan memberinya hadiah
(kalo ia bukan pejabat zakat)? Demi Allah yang nyawaku berada di tangan-Nya.
Tidak ada seorang pejabat pun yang yang mengambil sesuatu darinya kecuali hari
kiamat ia akan memanggul diatas pundaknya, baik berupa unta yang akan bersuara,
sapi yang akan melenguh, atau kambing yang akan mengembik”. Dari hadis tersebut
sangatlah jelas bahwa Rasulullah SAW dan agama islam sangatlah membenci para
koruptor yang perlahan demi perlahan membunuh rakyatnya demi kepentingan
pribadi semata. Sebenarnya untuk tidak korupsi caranya mudah-mudah susah. Bagaimana
caranya untuk tidak korupsi? Yang penting untuk menahan diri dari yang namanya
korupsi kita harus benar-benar mempunyai niat dalam bekerja untuk tidak
korupsi. Kenapa yang pertama harus niat bekerja tanpa korupsi? Karena korupsi bisa
menyerang segala jenis profesi, tidak hanya kepala daerah dan para pemegang
kekuasaan dan jabatan, selama ada kesempatan, korupsi pasti akan datang seperti
jaelangkung. Yang kedua kita harus membentengi diri kita dengan benar-benar
melaksanakan perintah agama dan menjauhi larangan agama. Jika 2 hal tersebut
dilakukan oleh semua orang Insya Allah tidak akan ada koruptor di muka bumi
ini. Sebenarnya masih banyak hal lain yang bisa mencegah korupsi, seperti
peraturan perundang-undangn, sanksi hukum dan lain-lain. Namun, hal-hal
tersebut yang cenderung dibuat oleh sesama manusia untuk mengatur manusia,
malahan justru dianggap seperti barang yang bisa diperjual belikan. Karena
peraturan yang dibuat oleh para manusia itu tidak ampuh untuk mengatur manusia,
mungkin yang paling ampuh adalah peraturan yang dibuat oleh yang menciptakan manusia.
SEMOGA!!!
Fatiah, Abu dan Abdur Rahman. 2008. 1001 Wajah Manusia di Padang Mahsyar.
Jakarta: QultumMedia
Kumorotomo,
Wahyudi. 2008. Etika Administrasi Negara.
Jakarta: PT Raja Grafindo
Website:
Ernawati90’s.wordpress.com
nazhroul.wordpress.com
kompasiana.com
suaramerdeka.com
(Suara merdeka Cybernews)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar